Batasan,
Fungsi & Peran Penyuntingan
A. Prolog
Penyuntingan telah
ada dalam dunia penerbitan buku di Indonesia sejak 1890 (dikerjakan oleh orang non pribumi,
yaitu oleh orang Belanda dan Tionghoa). Pendidikan Editing/penyuntingan di Indonesia, setingkat D3
baru dimulai tahun 80 an yaitu, program studi editing D3 di Universitas
Pajajaran, Bandung dan Program Studi penerbitan D3 di Politeknik Negeri
Jakarta, dimulai tahun 1990 awal berdirinya Poltek jurusan ini (dahulu
bernama Politeknik Universitas Indonesia).
Dengan
demikian, editor-editor yang sampai saat ini menggeluti dunia penerbitan buku
nasional, mungkin berbekal pengalaman dan autodidak, karena memang belum
memasyarakatnya pendidikan tinggi editing (terutama sampai jenjang S1, S2, bahkan S3). Bekerja menjadi
Editor, mungkin tidak dicita-citakan atau direncanakan sebelumnya, selain itu
profesi editor juga belum mendapatkan perhatian dari pihak penerbit buku.
Menyunting/mengedit
jamaknya dihubungkan dengan kegiatan mempersiapkan
sebuah naskah, baik berupa
tulisan pendek ataupun
calon buku, dari segi bahasa. Tugas penyunting adalah mengelola bahasa sebuah
naskah, melakukan perbaikan di mana perlu, dengan berpegang pada kaidah bahasa
hingga sesampai di tangan pembaca, naskah itu menjadi lebih tertib secara tata
bahasa. Dengan kata lain, kerja menyunting berurusan dengan bahasa, dan bahasa
di sini diperlakukan sebagai sarana belaka bagi penulis guna menyampaikan ide
atau perasaannya.
Fungsi
seorang penyunting tidak berhenti pada perbaikan ejaan dan tata kalimat, tapi juga berperan untuk memastikan apakah
ide penulis sampai ke pembaca secara utuh, tidak kurang tidak lebih. Dan benar,
dalam arti bersesuaian dengan fakta.
B. Pengertian Editing / Menyunting
Kata
editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing
berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing
dalam bahasa indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang
audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah
tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film
ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan
unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain
itu, dalam kegiatan editing seorang editor harus betul-betul mampu
merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru
kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah merencanakan dan memilih
serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kamera untuk disiarkan
kepada masyarakat. (Nardi, 1977).
Ada istilah lain yang sering
muncul dalam dunia penerbitan seperti penyunting bahasa, penyunting buku,
editor bahasa, editor penyelia dan editor buku. Istilah penyunting bahasa
biasanya dipadankan dengan editor penyelia, sedangkan penyunting buku
dipadankan dengan editor buku. Sedangkan istilah penyunting penyelia berarti
orang (pemimpin) yang bertugas mengawasi kegiatan penyuntingan (KBBI, 2001).
Contoh: Anton M.Moeliono adalah penyunting penyelia Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1988).
Istilah editor buku/penyunting
buku mengacu pada orang yang yang mengumpulkan tulisan/karangan orang lain
untuk ditawarkan ke penerbit atau diterbitkan. Jadi, seseorang yang
mengumpulkan tulisan/karangan orang lain
untuk ditawarkan ke penerbit atau untuk diterbitkan disebut editor buku. Nama editor buku biasanya dicantumkan pada
kulit depa buku (cover depan). Contoh: Acep Zamzam Noor adalah editor
buku Muktamar: Antologi Penyair Jabar (2003), Korrie Layun Rampan adalah editor
buku Dunia Perempuan: Antologi Ceria Pendek Cerpenis Wanita Indonesia (2002).
Editor buku/penyunting buku
dapat juga disebut editor antologi atau anthology editor. Biasanya editor
buku/penyunting buku berada di luar penerbit. Jadi, editor buku bukanlah
karyawan/pegawai penerbit dan tidak mendapatkan gaji tetap/bulanan dari
penerbit.
C. Fungsi dan Peran Editor
Kata editor berasal dari bahasa Inggris.
Menurut Kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily), kata editor bermakna redaktur, pemeriksa naskah untuk
penerbitan. Kata edit sendiri bermakna membaca dan memperbaiki (naskah),
mempersiapkan (naskah) untuk diterbitkan (1975).
Akan tetapi, saat ini kata editor sudah
diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Menurut KBBI (2001), kata editor
berasala dari kata edit. Dari kata edit muncul kata mengedit
(kata kerja) dan editor (kata benda/nomina). Kata editor bermakna
orang yang mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan di
majalah, surat kabar, dan sebagainya; penyunting.
Dalam kaitannya dengan penerbitan buku di Indonesia,
istilah editor lebih luas cakupan da pengertiannya dari yang tercantum dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Inggris-Indonesia. Istilah editor
pada istilah kedua kamus tersebut lebih cocok untuk penerbitan media cetak
(Koran, majalah dan sebagainya) dan kurang pas untuk editor yang bekerja di
penerbit buku.
Editor yang bekerja di penerbit buku tidak hanya
mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan (KBBI) atau
pemeriksa naskah untuk penerbitan (Echols dan Shadily). Akan tetapi, lebih dari
itu, editor juga harus mencari naskah dan merencanakan naskah yang akand
diterbitkan.
Dengan
demikian fungsia (tugas) pokok dari editor penerbit buku sebagaimana berikut:
a. Merencanakan
naskah yang akan diterbitkan oleh penerbit
b. Mencari
naskah yang akan diterbitkan
c. Mempertimbangkan
naskah yang masuk ke penerbit (ikut mempertimbangkan layak-tidaknya sebuah
naskah diterbitkan)
d. Menyunting
naskah dari segi isi/materi
e. Memberi
petunjuk/arahan pada kopieditor (penyunting bahasa/editor bahasa) yang membantunya
mengenai cara penyuntingan naskah.
Tugas
lain dari seorang editor di penerbit buku adalah:
a. menyetujui
naskah untuk dicetak
b. memberi
saran terhadap rencangan kulit depan buku, dan
c. menyetujui
rancangan kulit depan (cover depan)
Mengingat salah satu tugas dari seorang editor
mencari naskah, maka dia mau tak mau sering berada di luar kantor. Jika perlu,
editor bisa melakukan perjalanan ke luar kota maupun ke luar negeri (sepanjang
penerbit tempat kerjanya mampu membiayainya). Di dalam negeri misalnya, editor
mengunjungi calon pengarang/penulis di luar kota. Di luar negeri, misalnya,
editor mengunjungi pameran-pameran buku internasional guna mendapatkan hak
cipta (copyright) buku tertentu untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Dilihat dari tugas editor dan penyunting naskah
tersebut di atas, boleh dikatakan tanggung jawab editor lebih berat dari
penyunting naskah. Namun dalam sebuah penerbit yang terdiri dari berbagai unsur
(redaksi, pemasaran, produksi, dan administrasi keuangan), keduanya memiliki
fungsi masing-masing. Nama editor biasanya dicantumkan pada halaman hak cipta
buku yang diterbitkan.
Hal yang harus dipahami adalah fungsi penyunting dan
editor hanya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yag siap cetak
dan mengawasi pengolahan pelaksanaan
segi tehnis sampai naskah tadi terbit.
Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas
masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan penerbitan.
Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan buka produksi bahan
yang diterbitkan.
Untuk memapankan peran dan kedudukan penyunting
sebagai agen yang ikut berperan dalam memajukan ilmu dan tehnologi, setiap
sepak terjang kegiatan penyunting haruslah didasarkan pada pemahaman
seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja.
D. Tugas/Jabatan Editor
Para
ahli dari Negara maju telah membuat kelompok editor sesuai tugas/jabatan dan
kewenangannya, sebagai berikut.
a. Chief
Editor, adalah kedudukan, tugas (jabatan
tertinggi, tugasnya mengelola bidang editoral. Ia memberi tugas, mengorganisasi
memberi keputusan dalam editorial.
b. Managing
Editor, adalah pembantu chief editor yang
tugasnya mengatur pelaksanaan teknis kegiatan editorial. Setiap editor yang
tugas teknisnya berbedabeda, dalam bidang editorial, dikoordinasi oleh
Managing Editoria; agar dapat bersinergi positif.
c. Senior
Editor, adalah pembantu chief editor yang
tugasnya melakukan Substantive Editing (editing substansi) dan merencanakan
semua pekerjaan editorial, mulai perencanaan dan perolehan naskah (naskah dam
penulisnya,, negosiasi dengan penulis atau pialang naskah, dam pemerriksaan
berkas naskah/kelengkapan naskah). Tugas/jabatan ini biasa disebut pula sebagai
Acquisition Editor, yaitu editor yang memberi keputusan layak/tidak banyaknya naskah
untuk diterbitkan.
d. Copy
Editor, adalah editor yang melakukan tugas teknis
berupa perbaikan dan pemeriksaan naskah sesuai kaidah yang berlaku. Pekerjaan
editing (memeriksa dan memperbaiki naskah ini), meliputi kesalahan penulisan
(data/fakta), kesalahan bahasa (ejaan, tanda baca, penawaran, dsb), dan
konsistensi dalam penulisan. Ia harus dapat mewakili kepentingan penulis,
penerbit, dan pembaca. Karya penulis menjadi maksimal, pembaca puas, dan
penerbit sukses usahanya.
e. Right
Editor, adalah editor yang melakukan tugas
(urusan) tantang hak cipta, ISBN, KDT, dan atau penerbitan dengan pihak
terkait.
f. Picture
Editor, adalah editor yang melakukan tugas
(urusan) tentang visual frafik, misalnya ilustrasi (lukisan, foto, table,
diagram, dsb, meliputi bentuk, ukuran, dan warnanya), desain, seting, dan tata
letak halaman sehingga hasil (terbitan) produksi cetak berkualitas baik.
Perbedaan Editor dan Copy Editor secara lebih rinci
dapat dilihat dari rincian penjelasan berikut ini:
Editor
a. Memahami tata cara mandapatkan naskah,
yaitu:
1. Naskah datang sendiri ke penerbit
(pengarang menawarkan ke penerbit)
2. Naskah
diperan oleh penerbit (penerbit memesan/menugasi pengarang atau penerbit
memesan melalui jasa pialang naskah)
b. Memahami Teknis Administratip
penerima, naskah yang masuk ke penerbit, yaitu :
1. Fisik naskah dalam bentuk lembaran, sebaliknya tidak dijilid
2. Naskah disimpan dalam map, ditulis judul (jilid sementara) naskah dan pengarangnya.
3. Naskah dibuatkan “kartu naskah”, memuat penjelasan:
- judul (judul sementara)
- nama, alamat, telpon pengarang
- tanggal penerimaan naskah
- tanggal rencana pemberitahuan ke pengarang (tentang keputusan)
- Status naskah, misalnya: disetujui, diterbitkan, sudah dibaca, sedang dibaca, belum dibaca.
4. Menyimpan naskah ditempat tertentu, jelas diketahui oleh pihak yang berkaitan dengan naskah, dan terjaga keamanannya.
5. Naskah dibuat dalam beberapa rangkap, biasanya tiga rangkap, sebagai antisipasi hilangnya lembar naskah selama proses penanganan naskah.
6. Adanya petugas yang bertanggung jawab dalam penyimpanan naskah.
1. Fisik naskah dalam bentuk lembaran, sebaliknya tidak dijilid
2. Naskah disimpan dalam map, ditulis judul (jilid sementara) naskah dan pengarangnya.
3. Naskah dibuatkan “kartu naskah”, memuat penjelasan:
- judul (judul sementara)
- nama, alamat, telpon pengarang
- tanggal penerimaan naskah
- tanggal rencana pemberitahuan ke pengarang (tentang keputusan)
- Status naskah, misalnya: disetujui, diterbitkan, sudah dibaca, sedang dibaca, belum dibaca.
4. Menyimpan naskah ditempat tertentu, jelas diketahui oleh pihak yang berkaitan dengan naskah, dan terjaga keamanannya.
5. Naskah dibuat dalam beberapa rangkap, biasanya tiga rangkap, sebagai antisipasi hilangnya lembar naskah selama proses penanganan naskah.
6. Adanya petugas yang bertanggung jawab dalam penyimpanan naskah.
c. Memahami faktor-faktor penentu untuk
menilai (menimbang kelayakan naskah yang akan diterbitkan).
1.
Naskah yang masuk ke penerbit, harus melalui tahap Baca (baca pertama),
biasanya oleh Editor Utama atau Direktur atau pokok ain yang ditunjuk penerbit.
Dalam tahap baca ini, perlu dipertimbangkan juga efisiensi waktu, baik untuk
kepentingan penerbit maupun pengarang.
Naskah sesuai dengan kebijakan
penerbitan bias diterima dan diproses lebih lanjut.
Naskah tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan segera dikembalikan ke pengarang/penulisannya. Merupakan sifat terpuji, bila penolakan ini secara sopan, apalagi sambil menyarankan untuk ditawarkan ke penerbit lain yang biasanya menerima jenis naskah tersebut.
Naskah tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan segera dikembalikan ke pengarang/penulisannya. Merupakan sifat terpuji, bila penolakan ini secara sopan, apalagi sambil menyarankan untuk ditawarkan ke penerbit lain yang biasanya menerima jenis naskah tersebut.
2.
Meneliti beberapa factor penentu kelayakan ‘disetujui’, untuk diterbitkan,
yaitu:
- Aktualitas isi karangan
- Bobot pengarang di masyarakat
- Otoritas pengarang mengenai materi yang ditulis
- Kelancaran penjualan buku yang telah diterbitkan sebelumnya.
- Sesuai/tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan yang telah ditetapkan
- Tersedianya dana untuk investasi baru
- Perkiraan laju penjualan masa mendatang.
- Aktualitas isi karangan
- Bobot pengarang di masyarakat
- Otoritas pengarang mengenai materi yang ditulis
- Kelancaran penjualan buku yang telah diterbitkan sebelumnya.
- Sesuai/tidak sesuai dengan kebijakan penerbitan yang telah ditetapkan
- Tersedianya dana untuk investasi baru
- Perkiraan laju penjualan masa mendatang.
d. Memahami kerjasama dengan rekan-rekan
kerja dari bagian lainnya, misalnya: editor lain yang terkait,
kepala bagian keuangan, kepala bagian produksi, kepala bagian penjualan, dan
balikan dengan pihak lain diluar penerbit yang bias dijadikan mitra kerjasama
untuk konsultasi.
c.Memahami 3 (tiga) aspek penting dalam
kegiatan penerbitan, yaitu:
[1] Manfaat, [2] Biaya, dan [3] Komersialnya.
[1] Manfaat, [2] Biaya, dan [3] Komersialnya.
Copy Editor
a. Melaksanakan penyuntingan naskah yang
telah ‘disetujui’ untuk diterbitkan, sebagai keputusan dari tahap baca (baca
pertama) naskah pada penilaian/ pertimbangan kelayakan
b. Melaksanakan penyuntingan naskah dan
aspek materi, bahasa, dan gambar/ ilustrasi pada naskah tersebut yang dirasakan
mengganggu kelancaran, kebijakan dan ketepatan naskah.
c. Memahami tugas yang dilaksanakan
terhadap naskah, agar pihak produksi (percetakan) cepat pekerjaannya dan pihak
pembaca tertarik membaca, nyaman dalam membaca, dan tepat/benar bacaannya.
E. Penyuntingan Naskah
Menjadi
seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang biasa saja. Jika ingin
menyandang jabatan itu, seseorang harus memikirkan bahwa dia memiliki tanggung
jawab untuk melengkapi dirinya dalam dunia yang luas, yaitu dunia literatur.
Jadi, seorang penyunting tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar saja,
akan tetapi harus memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang
baik dan benar pula.
Berikut
ini bebarapa syarat untuk menjadi seorang editor yang dituliskan Pamusuk Eneste
dalam "Buku Pintar Penyuntingan Naskah".
1.
Menguasai
ejaan.
Harus
paham benar ejaan bahasa Indonesia yang baku saat ini. Penggunaan huruf kecil
dan huruf kapital, pemenggalan kata, dan penggunaan tanda-tanda baca (titik,
koma, dan lain-lain) harus dipahami benar. Bagaimana bisa memperbaiki naskah
orang lain jika tidak memahami seluk beluk ejaan bahasa Indonesia.
2.
Menguasai
tatabahasa.
Seorang
editor harus menguasai bahasa Indonesia dalam arti luas, tahu kalimat yang baik
dan benar, kalimat yang salah dan tidak benar, kata-kata yang baku,
bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan kata yang pas, dan sebagainya.
3.
Bersahabat
dengan kamus.
Seseorang
yang malas membuka kamus sebetulnya tidak cocok menjadi penyunting naskah
karena ahli bahasa sekalipun tidak mungkin menguasai semua kata ag ada dalam
satu bahasa tertentu, apalagi kalau berbicara mengenai bahasa asing.
4.
Memiliki
kepekaan bahasa.
Peyunting
naskah harus tahu mana kalimat yang kasar dan kalimat yang halus; harus tahu
mana kata yang perlu dihindari dan maa kata yang sebaiknya dipakai, harus tahu
kapan kalimat atau kata tertentu digunakan atau dihindari. Untuk itu seorang
penyunting naskah peru mengikuti tulisan-tulisan pakar bahasa atau kolom bahasa
yang ada di sejumlah media cetak.
5.
Memiliki
pengetahuan luas.
Harus
banyak membaca buku, majalah, koran, dan menyerap informasi dari media
audiovisual agar tidak ketinggalan informasi.
6.
Memiliki
ketelitian dan kesabaran.
Dalam
keadaan apapun, ketika menjalankan tugasnya seorang editor harus tetap teliti
menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang digunakan
penulis naskah. Ia juga harus sabar menghadapi setiap naskah, karena proses
penyuntingan itu memakan proses yang berulang-ulang.
7.
Memiliki
kepekaan terhadap SARA dan Pornografi.
Penyunting
naskah harus tahu kalimat yang layak cetak, kalimat yang perlu diubah
konstruksinya, dan kata yang perlu diganti dengan kata lain. Dalam hal ini
seorang penyunting harus peka terhadap hal-hal yang berbau suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).
8.
Memiliki
keluwesan.
Sikap
luwes dan supel harus dimiliki seorang penyunting naskah karena akan sering
berhubungan dengan orang lain. Penyunting harus bersedia mendengarkan berbagai
pertanyaan, saran, dan keluhan. Dengan kata lain, seorang yang kaku tidaklah
cocok menjadi penyunting naskah.
9.
Memiliki
kemampuan menulis.
Hal
ini perlu dimiliki seorang penyunting naskah karena kalau tidak tahu menulis
kalimat yang benar tentu kita pun akan sulit membetulkan atau memperbaiki
kalimat orang lain.
10. Menguasai bidang tertentu.
Ada
baiknya jika seorang penyunting naskah menguasai salah satu bidang keilmuan
tertentu karena akan sangat membantu dalam tugasnya sehari-hari.
11. Menguasai bahasa asing.
Dalam
tugasnya, seorang penyunting naskah akan berhadapan dengan istilah-istilah yang
berasal dari bahasa Inggris. Minimal, seorang penyunting naskah dapat menguasai
bahasa Inggris secara pasif. Artinya dapat membaca dan memahami teks bahasa
Inggris.
12. Memahami kode etik penyuntingan
naskah.
Berikut
beberapa kode etik penyuntingan naskah yang ada dalam buku ini.
1.
Editor wajib mencari informasi mengenai
penulis naskah.
2.
Editor bukanlah penulis naskah.
3.
Wajib menghormati gaya penulis naskah.
4.
Wajib merahasiakan informasi yang terdapat
dalam naskah yang disuntingnya.
5.
Wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin
akan diubahnya dalam naskah.
6.
Tidak boleh menghilangkan naskah yang akan,
sedang, atau telah ditulisnya.
Dalam proses
penyuntingan banyak hal yang
perlu diperhatilan oleh seorang penyunting antara lain:
1.
Proses
Pra penyuntingan naskah yang meliputi pengecekan kelengkapan naskah, ragam
naskah, daftar isi, bagian-bagian bab, ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki,
informasi mengenai penulis, dan membaca naskah secara keseluruhan.
2.
Dalam proses penyuntingan itu sendiri, yang
perlu diperhatikan dengan cermat dan seksama oleh penyunting adalah masalah
ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta, legalitas, konsistensi, gaya penulis,
konvensi penyuntingan naskah, dan gaya penerbit/gaya selingkung.
3.
Proses pasca penyuntingan naskah. Dalam
proses ini setiap editor harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama
penulis, kesesuai daftar isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar,
prakata/kata pengantar, sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka,
daftar kata/istilah, lampiran, indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor
halaman, sampai siap diserahkan kepada penulis atau penerbit.
F. Tujuh (7) Macam Uraian Pekerjaan dalam Penyuntingan Naskah
1.
Keterbacaan (Readibility),
bahwa naskah itu, pada akhirnya harus dapat dibaca oleh pembaca yang dituju,
(sasaran pembacanya ). Selain hal itu kejelasan (legibility), bahwa naskah itu
jelas bias difahami pembacanya, tidak membingungkan bahkan dapat menimbulkan
penafsiran yang salah.
2.
Konsitensi (Consistency),
bahwa naskah itu dalam penulisannya harus taat asas/ konsisten (dalam ejaan
penulisan, penawaran/pembabakan, dsb).
3.
Kebahasan/Tatabahasa (Structure)
bahwa naskah itu tata bahasanya enak, benar dan sesuai jenis bacaannya. Masalah
bahasa ini menjadi sangat penting, karena tidak semua buku memiliki kebahsaan
yang selalu sama . Buku anak, buku remaja, buku orang dewasa, dan buku orang
tua terlihat perbedaan yang jelas dalam kebahasaannya. Apalagi dikaitkan pada
jenis buku yang diterbitkannya. Apalagi dikaitkan pada jenis buku yang
diterbitkan: buku Ilmu Pengetahuan, bukan komik, buku sastra, dan lainnya akan
dapat kita lihat perbedaannya karena kelaziman dalam kebahasaannya.
4.
Gaya bahasa (House Style)
bahwa naskah itu dalam penulisannya/penyajiannya, memiliki gaya yang disebut
gaya bahasa/gaya penulisan. Setiap gaya ini tidak dapat dihilangkanatau tidak
boleh dijadikan satu jenis gaya saja, karena identitas/cirri lkarya tulis
seorang penulis akan hilang.
5.
Ketelitian data/fakta (Accuracy),
bahwa naskah itu memuat data/fakta yang tepat dan bias dipertanggung jawabkan
ketepatannya, sehingga tidak membuat pembaca melakukan kesalahan akibat membaca
naskah tersebut.
6.
Legilitas (Legality),
dan kesopanan bahwa naskah itu memiliki keabsahan untuk diterbitkan, karena
tidak ada pihak lain yang menuntut kepemilikan atas naskah tersebut. Selain itu
kesopanan, karena naskah akan mengganggu keterkaitan masyarakat dan melanggar
peraturan atau warna yang ada, bila tidak dijaga kesopanannya.
7.
Kelengkapan naskah (untuk diproduksi)
bagian-bagian naskah haruslah lengkap detailnya (Production details), karena
aturan naskah akan terputus, bila tidak diperbaiki /diperiksa lebih dahulu
pembaca yang memerlukan kelengkapan data/ fakta, bahkan mengganggu pemahaman.
Selain itu bagian-bagian penting dari buku secara fisikal (hasil produksi)telah
lengkap penaskahannya.
G. Substansi Penyuntingan Karya Ilmiah
Ketika Anda menyunting karya ilmiah sebetulnya amat dekat
persamaannya saat menyunting karya yang lain, seperti karya jurnalistik atau
reportase perjalanan. Perbedaannya, penyuntingan karya ilmiah mengikuti metode
ilmiah yang terdiri atas langkah-langkah untuk mengorganisasi dan mengatur
gagasan via garis pemikiran konseptual dan prosedural yang disepakati oleh para
ilmuwan. Penyuntingan karya jurnalistik mengikuti metode jurnalistik seperti
apa informasi terbaru yang disampaikan, siapa yang menerima isi pernyataan atas
info terbaru, di mana peristiwa terjadi, kapan peristiwa berlangsung, mengapa
isi pernyataannya segera disampaikan, bagaimana cara penyampaian, dan sisi-sisi
kemanusiaan yang menjadi kebijakan isi redaksi. Berikut ini penyuntingan karya ilmiah
dan cara mempelajari dengan pendekatan karya jurnalistik atau yang sering
disebut sebagai karya ilmiah populer.
Syarat utama karya ilmiah harus ditulis secara jujur dan akurat
berdasarkan kebenaran tanpa mengingat akibat. Kebenaran dalam karya ilmiah adalah
kebenaran objektif-positif, sesuai dengan data dan fakta di lapangan, dan bukan
kebenaran normatif.
Hasil-hasil karya ilmiah yang biasa ditulis oleh peneliti, selain
makalah dan skripsi, Anda tentu sering juga mendengar nama lain, seperti kertas
kerja, laporan penelitian, tesis, dan disertasi. Istilah-istilah itu dipakai
untuk memberi nama suatu karya tulis yang bersifat ilmiah. Semua jenis karya
ilmiah selalu menyajikan hasil kegiatan penelitian tentang suatu pokok masalah
berdasarkan data dan fakta di lapangan. Karya-karya ilmiah ini disusun
berdasarkan metode ilmiah yang menyajikan suatu topik secara sistematis dan
dilengkapi dengan fakta dan data yang sahih dengan menggunakan bahasa yang
khas.
Perhatikan, pada dasarnya, penyuntingan karya ilmiah terdapat lima
tahap, antara lain (1) persiapan, (2) penyuntingan data, (3) pengorganisasian
dan pengonsepan, (4) pemeriksaan/penyuntingan konsep, (5) penyajian/pengetikan.
Pada tahap persiapan, penyunting memerhatikan (a) penyuntingan
masalah/topik, (b) penyuntingan judul, dan (c) penyuntingan rangka karangan.
Yang termasuk tahap penyuntingan data adalah (a) pencarian keterangan dari
bahan bacaan, seperti buku, majalah, dan surat kabar, (b) pengumpulan
keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui masalah yang akan disunting,
pengamatan langsung ke objek yang akan disunting, serta (d) percobaan dan
pengujian di lapangan atau laboratorium. Ini tahap ideal.
Yang termasuk tahap pengorganisasian dan pengonsepan adalah (a)
pengelompokan bahan, yaitu bagian-bagian mana yang didahulukan untuk disunting
dan bagian mana yang akan dikemudiankan, dan (b) pengonsepan.
Yang termasuk tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep adalah
pembacaan dan pengecekan kembali hasil suntingan; yang kurang lengkap
dilengkapi, yang kurang relevan dibuang. Tentu ada penyajian yang
berulang-ulang atau tumpang tindih, pemakaian bahasa yang kurang efektif, baik
dari segi penulisan dan pemilihan kata, penyuntingan kalimat, penyuntingan
paragraf, maupun segi penerapan kaidah ejaan.
Yang termasuk tahap penyajian adalah pengetikan atau pengesetan
hasil penyuntingan. Rincian tiap-tiap kegiatan itu adalah sebagai berikut.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan (a) penyuntingan topik/masalah, (b)
penyuntingan judul, dan (c) penyuntingan rangka karangan (outliner).
a. Penyuntingan Topik/Masalah
Topik/masalah adalah pokok penyuntingan. Dalam hubungan dengan
penyuntingan topik, penyunting karya ilmiah lebih baik menyunting sesuatu yang
menarik perhatian dengan pokok persoalan yang benar-benar diketahui daripada
menyunting pokok-pokok yang tidak menarik atau tidak diketahui sama sekali.
Sehubungan dengan isi pernyataan itu, hal-hal berikut patut
dipertimbangkan dengan saksama oleh penyunting karya ilmiah.
1. Topik yang disunting harus berada di sekitar Anda, baik di
sekitar pengalaman Anda maupun di sekitar pengetahuan Anda. Hindarilah topik
yang jauh dari diri Anda karena hal itu akan menyulitkan Anda ketika
menggarapnya.
2. Topik yang disunting harus topik yang paling menarik perhatian
Anda.
3. Topik yang disunting terpusat pada suatu segi lingkup yang
sempit dan terbatas. Hindari pokok masalah yang menyeret Anda kepada
pengumpulan informasi yang beraneka ragam.
4. Topik yang disunting memiliki data dan fakta yang objektif.
Hindari topik yang bersifat subjektif, seperti kesenangan atau angan-angan
Anda.
5. Topik yang disunting harus Anda ketahui prinsip-prinsip
ilmiahnya — walaupun serba sedikit. Artinya, topik yang disunting itu janganlah
terlalu baru bagi Anda.
6. Topik yang disunting harus memiliki sumber acuan, memiliki
bahasa kepustakaan yang memberikan informasi tentang pokok masalah yang akan
disunting. Sumber kepustakaan dapat berupa buku, majalah, surat kabar, brosur,
surat keputusan, situs web atau undang-undang.
b. Penyuntingan Judul
Jika topik sudah disunting dengan pasti sesuai dengan
petunjuk-petunjuk, tinggal Anda menguji sekali lagi: apakah topik itu
betul-betul cukup sempit dan terbatas ataukah masih terlalu umum dan
mengambang.
Penyuntingan judul karya ilmiah dapat ditempuh dengan melontarkan
pertanyaan-pertanyaan masalah apa, mengapa, bagaimana, di mana, dan kapan.
Tentu saja, tidak semua pertanyaan itu harus digunakan pada
penyuntingan judul. Mungkin, pertanyaan itu perlu dikurangi atau ditambah
dengan pertanyaan lain.
Adakalanya penyuntingan judul dilakukan dengan memberikan anak
judul. Anak judul itu selain berfungsi membatasi judul juga berfungsi sebagai
penjelasan atau keterangan judul utama. Dalam hal seperti ini, antara judul
utama dan anak judul harus dibubuhkan titik dua, misalnya “Peningkatan Posting
Pengguna WordPress di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi: Tinjauan Segi Kualitas
dan Kuantitas”.
Berikut ini judul-judul karya ilmiah yang dapat Anda sunting,
misalnya “Meningkatkan Frekuensi Kunjungan Pembaca WordPress di Australia dengan
Cara Pelatihan”, “Manfaat WordPress di Tempo Grup Jakarta”, “Pengendalian
Anggaran Aktivitas Blog bagi Warga BSD City Tangerang”, “Tema Keagamaan dalam
Novel-Novel Karya Nh. Dini”, “Pengawasan terhadap Sirkulasi dan Pemakaian Linen
di Hotel Santika Jakarta”, “Peningkatan Industri Kertas di PT Gramedia Periode
2005—2010”.
c. Penyuntingan Rangka Karangan
Penyuntingan rangka karangan, pada prinsipnya adalah proses
penggolongan dan penataan berbagai fakta. Penyunting karya ilmiah dapat membuat
rangka buram, yakni rangka yang hanya memuat pokok-pokok gagasan sebagai
pecahan dari topik yang dibatasi, atau dapat juga membuat rangka kerja, yakni
rangka yang merupakan perluasan atau penjabaran dari rangka buram. Tentu saja,
jenis yang kedua yang memudahkan penyunting untuk mengembangkan karya ilmiah
populer.
Penyunting karya ilmiah menentukan dahulu judul-judul bab dan
judul anak bab sebelum menyunting rangka karangan. Judul bab dan judul anak bab
itu merupakan pecahan masalah dari judul karya ilmiah yang disunting. Untuk
menyunting judul bab dan judul anak bab, penyunting karya ilmiah dapat bertanya
kepada judul karya ilmiahnya. Pertanyaan yang dapat diajukan ialah apa yang
dilakukan dengan judul itu, akan diapakan judul itu, atau masalah apa saja yang
dapat dibicarakan di bawah judul tersebut. Berdasarkan garis besar pemikiran
itulah Anda bekerja.
Penyuntingan Data
Jika judul karya ilmiah dan rangka karangan sudah disunting,
selanjutnya penyunting dapat menyunting data. Langkah pertama yang harus
ditempuh dalam penyuntingan data adalah mencari informasi dari kepustakaan
(buku, koran, majalah, brosur) mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan
judul garapan saat ini.
Informasi yang relevan diambil sarinya dan dicatat. Di samping
pencarian informasi dari kepustakaan, penyunting juga dapat memulai terjun ke
lapangan. Data di lapangan dapat dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara atau
eksperimen.
Pengorganisasian dan Pengonsepan
Jika data terkumpul, penyunting menyeleksi dan mengorganisasi data
itu. Penyunting menggolong-golongkan data menurut jenis, sifat atau bentuk.
Penyunting menentukan data mana yang dibicarakan kemudian. Jadi, penyunting
mengolah dan menganalisis data yang ada dengan teknik-teknik yang ditentukan.
Misalnya jika penelitian bersifat kuantitatif, data diolah dan dianalisis
dengan teknik statistik yang sederhana.
Selanjutnya, penyunting mulai mengonsep karya ilmiah sesuai dengan
urutan dalam rangka karangan yang ditetapkan.
Pemeriksaan atau Penyuntingan Konsep
Sebelum mengetik konsep, penyunting memeriksa dahulu konsep itu.
Tentu ada bagian yang tumpang tindih atau ada penjelasan yang berulang-ulang.
Buanglah penjelasan yang tidak perlu dan tambahkan penjelasan yang dirasakan
sangat menunjang pembahasan. Secara ringkas, pemeriksaan konsep mencakupi pemeriksaan
isi karya ilmiah dan cara penyajian karya ilmiah, termasuk penyuntingan bahasa
yang digunakan.
Penyajian atau Pengetikan
Ketika mengetik, penyunting memerhatikan segi kepentingan pembeli
buku itu kelak, seperti kulit depan, unsur-unsur dalam halaman judul,
unsur-unsur dalam daftar isi, dan unsur-unsur dalam daftar pustaka. Tiap
perguruan tinggi memiliki ketentuan masing-masing tentang prosedur pembuatan
karya ilmiah. Oleh karena itu, pada dasarnya konvensipenulisannya sama.
Konvensi penulisan karya ilmiah itu menyangkut bentuk karya ilmiah dan
bagian-bagian karya ilmiah.
Pembicaraan bentuk karya ilmiah mencakupi bahan yang digunakan,
perwajahan, dan penomoran halaman. Pembicaraan bagian-bagian karya ilmiah
mencakupi judul karya ilmiah, judul bab-bab dalam karya ilmiah, judul anak bab,
(d) judul tabel, grafik, bagan, gambar, daftar pustaka, dan lampiran.
Kulit Depan
Yang dicantumkan oleh penyunting pada kulit depan adalah judul
karya ilmiah, lengkap dengan anak judul (jika ada), nama penyusun dan nama
penyunting, nama lembaga atau logo penerbit.
Halaman Judul
Penulisan halaman judul atau halaman prancis setelah kulit depan
biasanya memuat judul buku.
Halaman Hak Cipta
Halaman hak cipta merupakan halaman setelah halaman judul utama.
Halaman ini memuat judul buku, nama penyusun/nama penyunting, kode penerbit dan
nomor buku, hak cipta, nama dan alamat penerbit, dan larangan pengutipan tanpa
izin.
Daftar Isi
Halaman daftar isi diletakkan sesudah atau sebelum daftar isi.
Prakata
Prakata disunting untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca.
Dengan membaca prakata, seseorang segera mengetahui, antara lain maksud penulis
menyajikan karya ilmiah, hal-hal apa saja yang termuat dalam karya ilmiah, dan
pihak-pihak mana saja yang memberikan keterangan kepada penyusun buku.
Penyajian prakata itu singkat dan jelas.
Tabel/Grafik/Bagan/Ilustrasi/Gambar
Tabel merupakan gambaran nyata analisis masalah. Nama-nama tabel
yang tercantum di dalam karya ilmiah itu dimuat dalam daftar tabel (jika ada).
Pada dasarnya, penyuntingan daftar grafik, daftar bagan, atau
daftar skema (jika ada) hampir sama dengan penyuntingan daftar tabel.
Singkatan dan Lambang
Penyunting dapat menggunakan singkatan atau lambang istilah atau
nama sesuatu. Singkatan dan lambang yang disunting dapat digunakan dalam bagian
analisis dan dimuat dalam daftar singkatan dan lambang.
Isi Buku
Dalam bagian isi buku terdapat tiga jenis sajian, yakni
pendahuluan, isi analisis dan pembahasan, dan kesimpulan atau saran (jika
diperlukan). Bagian ini dapat dibagi menjadi beberapa bab, setiap bab
dibagi-bagimenjadi anak bab, sesuai dengan kebutuhan pembaca. Dengan demikian,
segala masalah yang akan dijangkau terbicarakan dalam bab ini. Bab ini dapat
diuji dengan beberapa pertanyaan.
1. Sudahkah keseluruhan tahap pengolahan data (deskripsi,
analisis, interpretasi) itu memberikan keyakinan terhadap pembaca?
2. Sudahkah semua masalah dapat dilaksanakan secara taat asas dan
lengkap?
3. Sudahkah keseluruhan gambaran analisis dan interpretasi itu
mempunyai korelasi satu dengan yang lain?
4. Sudahkah teori ditegaskan secara tepat dalam analisis ini?
5. Sudahkah istilah-istilah digunakan secara tepat dan taat asas
dalam analisis?
Bab kesimpulan berisi gambaran umum seluruh analisis dan
relevansinya dengan hipotesis yang sudah dikemukakan. Selanjutnya, saran-saran
berisi penelitian lanjutan, penerapan hasil penelitian, dan beberapa saran yang
mempunyai relevansi dengan hambatan yang dialami selama penelitian dapat pula
disunting. Namun, saran tidak selalu diperlukan dalam penerbitan buku.
Penutup
Bagian ini terdiri atas daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Biasanya juga ada catatan kaki. Menurut arti sesungguhnya catatan kaki terletak
pada kaki (bawah) halaman. Namun, penyunting dapat meletakkan catatan kaki
bukan pada kaki halaman, melainkan pada halaman penutup. Jadi, catatan kaki
dikumpulkan pada bab tersendiri.
Salah satu hal yang mutlak ada pada karya ilmiah adalah daftar
pustaka. Penyunting
juga dapat mengukur kedalaman pembahasan masalah dalam karya ilmiah itu
berdasarkan daftar pustaka ini.
Semua pustaka acuan yang dicantumkan dalam daftar pustaka itu
disusun menurut abjad nama-nama pengarang atau lembaga yang menerbitkannya,
baik ke bawah maupun ke kanan. Jadi, daftar pustaka tidak diberi nomor urut
seperti 1, 2, 3, 4, dan 5 atau diberi huruf a, b, c, d, dan e. Jika nama
pengarang dan nama lembaga yang menerbitkan itu tidak ada, penyuntingan daftar
pustaka didasarkan pada judul pustaka
H. Epilog
Demikian pembahasan singkat
batasan, fungsi dan peran penyuntingan, semoga dapat memberikan penambahan
wawasan dalam dunia penyuntingan atau editing.
I. Daftar Pustaka
A. Rifa, Mien: PEGANGAN GAYA, PENULISAN,
PENYUNTINGAN DAN PENERBITAN KARYA ILMIAH-INDONESIA, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2005.
Eneste, Panusuk: Buku Pintar
Penyuntingan NASKAH Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2005.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2001.
Kamus Inggris-Indonesia (Echols
& Shadily), 2000.
Internet
via www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar