PENGERTIAN DRAMA
Kata drama bersal dari bahasa Yunani draomei yang sama dengan to ackt dalam bahasa inggris yang artinya bergerak atau berbuat. Istilah lain untuk drama adalah sandiwara, tonil atau
lakon (John dan Shadily, 1985: 197).
Sandiwara berasal dari kata sandi yang artinya tersamar, tidak jelas, dan kata
wara artinya berita. Jadi sandiwara artinya berita yang tersamar. Nonton
sandiwara berarti menyaksikan pertunjukan yang mengandung pelajaran yang
disampaikan secara tersamar.
Istilah tonil berasal dari bahasa belanda toneel yang
artinya pertunjukan. Istilah lakon berasal dari bahasa jawa, artinya cerita
yang dipergelarkan atau dipentaskan. Dalam hal ini Tarigan (1991:72)
mengemukakan, bahwa drama adalah : (1) suatu lakon yang dipentaskan di atas
panggung, (2) seni yang menggarap lakon-lakon mulai dari penulisannya sampai pada
pementasannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa drama adalah
jenis karya sastra yang melukiskan kehidupan dan watak manusia lewat gerak dan
dialog di atas pentas.
Terkait dengan kesimpulan tersebut, suparmi (1987:123)
mengemukakan, bahwa unsur-unsur drama meliputi: naskah drama (text play) pemain
(aktor dan aktris), tempat pertunjukan (setting), penonton (audiens). Sebuah
pertunjukan drama akan terwujud bila didukung oleh unsur-unsur tersebut. Sebuah
naskah drama terdiri dari beberapa unsur seperti halnya cerpen, novel, atau
roman. Unsur-unsur naskah drama meliputi : tema, plot, dialog, karakterisasi
atau perwatakan.
Untuk menempilkan sebuah drama biasanya dilakukan melalui
empat tahap, yaitu:
1.
Tahap menciptakan
Pada tahap ini pengarang menghayalkan kisah
manusia yang akan didramakan sehingga lahirlah sebuah ideatau masalah.
2.
Tahap menuliskan
Ide yang telah tercetus itu kemudian
dituangkan dalam bentuk karangan drama, sehingga menjadi sebuah kisah, naskah
drama, atau lakon.
3.
Tahap memainkan
Naskah yang telah tersusun, kemudian oleh
para aktor dan aktris dimainkan agar lebih nyata dan hidup.
4.
Tahap
menyaksikan
Pada waktu drama dipertujukan pada audiens atau penonton menyaksikan drama
yang dipentaskan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis
naskah drama, agar drama yang kita susun dapat dikategorikan drama yang baik.
Masalah-masalah tersebut meliputi:
1.
Sumber penulisan
Di halaman terdahulu telah diuraikan, bahwa
drama adalah jenis karya sastra yang melukiskan kehidupan dan watak manusia
lewat gerak dan dialog di atas pentas.
2.
Plot
Ide yang telah tercetus perlu dijabarkan
sehingga menjadi sebuah kisah dengan rentetan-rentetan peristiwa. Dalam
menyusun garis lakon (plot) drama harus mengandung konflik yaitu ketegangan.
Drama selalu mengambarkan konflik-konflik atau pertentangan-pertentangan. Dalam
menulis sebuah drama, sebuah lakon harus mengisahkan dua pihak yang saling
beroposisi.
Selain itu (Suparmi, 1987:124) mengemukakan, bahwa dalam
menulis drama perlu memperhatikan susunan plot sebagai berikut:
a.
Eksposisi : plot dimulai dengan suatu insiden
yang mengawali adanya konflik.
b.
Komplikasi : dari insiden permulaan, terjadilah
penanjakan lakon sehingga berkembang menjadi konflik. Keteganganpun mencapai
klimak.
c.
Resolusi : lama kelamaan konflik mulai
mengendur, karena telah didapat jalan keluar. Konflik menuju penyelesaian dan
akhirnya konflik terselesaikan.
3.
Karakterisasi
Untuk mengembangkan konflik, penulis drama
harus menggunakan karakter-karakter. Pihak yang menjadi protagonis, antagonis,
maupun pihak trigonis memiliki karakter yang berbeda.
4.
Dialog
Lewat dialog pengarang menggambarkan
watak-watak pelaku dalam lakon yang digarapnya. Karena dalam drama waktunya
sangat terbatas, maka dialog yang efektif, hemat kata-kata tetapi kaya akan
imajinasi, itulah yang paling ideal.
Contoh naskah drama
Untuk melengkapi pembicaran tentang drama, berikut ini
penulis memberikan contoh sebuah adegan dalam naskah drama karya B.Soelarto.
DOMBA-DOMBA REVOLUSI
Wajah sebuah kota kecil bernama kota tengah, sudah mati.
Tentara dan kesatuan-kesatuan laskar sudah menarik diri jauh ke perbatasan.
Kota kecil itu sudah menjadi kota terbuka. Tinggal menanti saat-saat diambil
alih tentara musuh. Tetapi disebuah brumah tembok di salah satu sudut jalan,
tampak ada gerak hidup yang dramatis. Di dalamnya masih ada lima orang. Seorang
perempuan dan empat orang laki-laki. Keempat laki-laki itu adalah para tamu.
Yang perempuan adalah pemilik losmen. Dia berparas lumayan, manis dengan
potongan tubuh yang laras. Berumur dua puluh lima tahun. Tidak bersuami.
Laki-laki yang pertama, seorang seniman. Dia seorang penyair yang belum
terkenal. Serang pengembala lontang-lantung. Berumur dua puluh empat tahun.
Lelaki yang kedua seorang petualang. Resminya dia
mempunyai mata pencaharian sebagai
pengusaha obat, yang mengaku dirinya dengan sebutan “profesor tabib” berumur
tiga puluh enam tahun.
Lelaki yang keempat, seorang pedagang. Dia mempunyai tiga
orang istri berumur empat puluh dua tahun. Dalam keadaan yang gawat tegang itu
hanya sipenyair yang berani keluar untuk memperoleh kabar berita. Dan disuatu
pagi, sekitar jam delapan tiga puluh menit, si penyair sudah tiba kembali di
losmen setelah keluar untuk mencari berita tentang keadaan di luar sejak
pagi-pagi.
Dia mengambil duduk seenaknya di ruang tamu losmen yang
terletak di bagian depan. Tatkala sedang enak menikmati rokoknya, muncul si
pemilik losmen dari pintu ruang dalam. Dia membawa secangkir air minum.
Perempuan itu melempar senyum, yang dibalas oleh si penyair dengan senyum sejuk
serta anggukan kepala sambil menerima hidangannya.
Perempuan: sudah ku duga. Bung tentu pulang dengan selamat
seperti kemarin pagi. Kalau bung keluar, aku selalu cemas-cemas harap. Siapa
tahu bung ditimpa malang. Maklumlah dalam keadaan begini ada peluru yang sering
jatuh salah alamat.
Penyair: itulah yang menjadi aku kagum.
Perempuan: bahwa bung selalu selamat selama ini ?
Penyair: bukan, bukan itu. Sebab terus terang saja, aku
sendiri sebenarnyantidak begitu peduli tentang keselamatanku.
Perempuan : aneh.
Penyair: kedengarannya memang aneh.akan tetapi, begitulah.
Perempuan: lalu apa yang bung kagumi ?
Penyair: pernyataan saudari tadi.
Perempuan: aku tidak mengerti, coba jelaskan.
Penyair : maksudku pernyataan saudari itu...
Perempuan : ya, mengapa ?
Penyair : hikmahnya terasa begitu puitis.
Perempuan : apa itu pi-i-tis ?
Penyair membuang puntung rokok lalu minum wedang beberapa
teguk. Kemudian pandangannya terarah pada si pemilik losmen,dengan sorot
matapenuh arti, ditandai dengan senyumannya.
Penyair : hem, bagaimana caraku untuk menjelaskan.
Perempuan : apa bung tidak dapat bung menjelaskan dengan
cara-cara yang sederhana saja ?
Penyair : begini maksudku, pernyataanmu tadi mengandung
unsur-unsur kasih sayang yang begitu murni.
Permpuan : oo begittu ?
Penyair : ya, begitu. Dan baru pertama kali ini aku merasa,
bahwa ada seseorang yang menaruh perhatian terhadap keselamatan diriku. Dan
yang memperhatikan, adalah seorang wanita.
Perempuan : ah bung ini bicara yang bukan-bukan saja.
Penyair : tapi bagiku tidak. Pernyataanku barusan tadi
adalah kata hati yang tulus. Bukan omong iseng.
Perempuan : ya, ya bung tentu biasa bicara demikian. Kan
bung sekarangsedang jauh dari anak istri. Jadi wajar kalau bung diijangkiti
oleh rasa kesepian. Bukan maksudku merendahkan martabat lelaki, tetapi naluri
lelakibegitulah pada umumnya.
Penyair hanya senyum, terus tertawa kecil.
Penyair : ketahuilah, jangankan beristri, pacaran pun aku
belum. Namun aku memahami kalau saudari akan sulit mempercayai oomonganku tadi.
Sebab sudah menjadi naluri wanita, selalu penuh prasangka.
Perempuan : bukankah itu naluri yang baik. Tapi baiklah,
omongan bung tadi kuanggap saja benar. Dan bagaimana keadaan di luar sana bung
?
Penyair : ha, pintar saja mengelak bicara, ya. Jika keadaan
di luar sana menarik perhatianmu, baiklah. Keadaan di luar tambah gawat. Kota
ini praktis dikosongkan sama sekali. Beberapa regu tentara dan laskar yang
kemarin masih berjaga dibeberapa tikungan jalan raya, kini sudah lenyap.
(dikutip dari domba-domba revolusi, karya B. Soelarto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar